Pages

sosiologi: pemuda Indonesia zaman sekarang

“Beri aku sepuluh pemuda, maka akan kugoncangkan dunia”

Kalimat yang dilontarkan oleh Ir. Soekarno kepada bangsa Indonesia saat itu masih menjadi suatu hal yang “menakjubkan” bagi para rakyat Indonesia. Dari kalimat itu tersirat semangat dan kepercayaan penuh presiden pertama kita kepada para pemuda Indonesia. Tanpa adanya pemuda Indonesia, Indonesia tidak akan mengalami kemajuan yang begitu mencolok dibandingkan pada masa penjajahan dahulu. Bahkan mungkin bangsa Indonesia tidak akan meraih kemerdekaannya kembali seperti sekarang ini.

Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesian, pemuda selalu menempati peran yang sangat strategis dari setiap peristiwa penting yang terjadi. Bahkan dapat dikatakan bahwa pemuda menjadi tulang punggung dari keutuhan perjuangan melawan penjajahan Belanda dan Jepang ketika itu. Peran tersebut juga tetap disandang oleh pemuda Indonesia hingga kini, selain sebagai pengontrol independen terhadap segala kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dan penguasa, pemuda Indonesia juga secara aktif melakukan kritik, hingga mengganti pemerintahan apabila pemerintahan tersebut tidak lagi berhak ke masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada kasus jatuhnya pemerintahan Soekarno oleh gerakan pemuda, yang tergabung dalam kesatuan-kesatuan aksi mahasiswa dan pemuda tahun 1966. Hal yang sama juga dilakukan oleh pemuda dalam menumbangkan pemerintahan Soeharto 32 tahun kemudian. Peran yang disandang pemuda Indonesia sebagai agen perubahan (Agent of Change) dan agen kontrol sosial (Agent of Social Control) hingga saat ini masih sangat efektif dalam memposisikan peran pemuda Indonesia.

Tidak sedikit pejuang kita yang menaruh harapan besar pada pemuda Indonesia. Seakan-akan pemuda Indonesia dilahirkan sebagai prajurit yang akan membela bangsa dan negaranya mati-matian. Hal itu tercermin pada tanggal 28 Oktober 1928 lalu, dengan dibacakannya Sumpah Pemuda di depan para pemuda Indonesia yang dihadiri oleh pemuda-pemuda Indonesia yang berasal dari suku, ras, agama, serta tempat tinggal yang berbeda-beda. Para pejuang yang telah mencucurkan peluhnya untuk kemerdekaan bangsa Indonesia menyerahkan hidup dan mati bangsa kepada pemuda Indonesia selanjutnya.

Namun, harapan terkadang memang tidak sesuai dengan kenyataan. Pemuda Indonesia saat ini telah banyak menuai kontrovensi. Apakah pemuda Indonesia dapat menjadi tonggak bagi bangsa, ataukah akan menjadi bumerang bagi bangsanya sendiri? Dilihat dari gaya hidup dan perjuangan para pemuda yang minim akan rasa nasionalisme kepada bangsa dan tahan air Indonesia.

Pemuda seharusnya berperan penting bagi pembangunan bangsa Indonesia. Akan tetapi, karakteristik pemuda zaman sekarang sangat tidak relevan dengan apa yang telah diharapkan oleh para pejuang bangsa Indonesia. Pemuda zaman sekarang cenderung senang menggunakan emosi mereka untuk menyelesaikan berbagai masalah yang sedang dihadapi. Baik masalah pribadi ataupun masalah kelompok.

Seperti dewasa ini, mahasiswa, yang dianggap sebagai pemuda Indonesia yang berpendidikan, lebih sering menjadi sorotan masyarakat. Hal ini dikarenakan beberapa mahasiswa/mahasiswi, baik dari universitas ternama ataupun tidak mengadakan demonstrasi besar-besaran di kota-kota tertentu. Demonstrasi yang dilakukan para peuda ataupun orang dewasa sekalipun sebenarnya tidak sepenuhnya dinilai salah, jika demo tersebut sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan tidak menyebabkan kekacauan atau bahkan bentrok yang menyebabkan kerugian harta dan nyawa. Karena ketidakmampuan pemuda zaman sekarang dalam mengontrol emosi mereka, mereka cenderung tidak dapat menyelesaikan masalah secara kekeluargaan, kebanyakan dari pemuda tersebut menyampingkan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan membuat beberapa kericuhan di beberapa tempat seperti di Istana Negara, gedung MPR, gedung Mahkamah Agung, dll. Selain itu, merebaknya pornoaksi yang dilakukan para pemuda Indonesia juga merupakan gambaran dari kekurangan rasa nasionalisme serta patriotisme pemuda pada bangsa Indonesia.

Selain itu pemuda sekarang lebih cenderung mementingkan kepentingan diri sendiri dibandingkan kepentingan bersama. Seperti contoh, pada hari minggu atau hari libur lainnya remaja zaman sekarang lebih memilih untuk berjalan-jalan ke mall dibandingkan ikut melakukan kerja bakti di lingkungan mereka. Mereka mencari kesenangan mereka sendiri, tidak memperdulikan keadaan sekitar yang seharusnya mereka dapat ikut berpartisipasi di dalamnya.

Dengan adanya globalisasi, remaja semakin mudah untuk bergaul dengan leluasa. Remaja yang tidak dapat membawa dirinya dalam pergaulan, akan menjadi masyarakat yang membawa dampak buruk bagi negara. Nilai-nilai serta norma-norma agama dan bangsanya tidak dihiraukan. Semangat pejuang yang diwariskan kepada pemuda Indonesia tidak lagi terasa dalam kehidupan pemuda pada zaman sekarang. Hilangnya identitas bangsa yang ditandai dengan westernisasi yang banyak dilakukan oleh para remaja Indonesia juga menjadi masalah bagi kekuatan bangsa Indonesia.

Harapan bangsa Indonesia kepada pemuda zaman sekarang yaitu agar pemuda pemudi zaman sekarang tidak lagi mencoreng nama baik bangsanya sendiri dan tidak terpengaruh oleh berbagai faktor yang akan mengahancurkan identitas bangsa Indonesia. Pemuda sebagai tonggak bangsa perlu menyadari makna kebangsaan dan kemerdekaan Indonesia. Serta menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa Indonesia.

Sumber:

terima kasih :)

harga diri dan kecenderungan narsisme pada pengguna Friendster

Zaman sekarang siapa yang tidak mengenal jejaring sosial ?
Berbagai kalangan pasti mengetahui kegunaan social network tersebut, yaitu adalah untuk  bersosialisasi baik dengan kerabat dekat ataupun jauh. Banyak pula orang yang menggunakan social network mereka untuk “memajang diri” mereka. Dengan kata lain, narsisme berlaku di dalam dunia maya.

Pada beberapa jejaring sosial seperti Twitter, Facebook, Yahoo Messanger, Friendster, dan situs jejaring sosial lainnya kita dapat meng-upload berbagai macam data dalam bentuk gambar, video, lagu, dsb. Tetapi dari berbagai macam data yang di-post-kan oleh pengguna jejaring sosial tersebut, kita, para pengguna paling banyak meng-upload data atau semacamnya yang berhubungan dengan diri kita sendiri. Baik dalam bentuk kata-kata yang menggambarkan berbagai macam perasaan, gambar atau foto dengan berbagai macam ekspresi, dan vidio serta lagu yang sedang booming dan menjadi kesukaan para pengguna jejaring sosial tersebut.

Kemajuan teknologi dalam bidang internet memberikan kemudahan bagi para pengguna untuk dapat lebih leluasa mengekspresikan perasaan mereka yang tidak dapat tersampaikan secara langsung.

Seperti dalam jurnal Harga Diri dan Kecenderungan Narsisme pada Pengguna Friendster yang disusun oleh Pradana Saktya Adi dan M. Erna Agustina Yudiati pada Desember 2009, menjelaskan tentang adanya hubungan negatif yang sangat signifikan antara harga diri dengan kecenderungan narsisme. Semakin rendah harga diri seseorang, maka semakin tinggi kecenderungan narsisme orang tersebut. Sebaliknya, semakin tinggi harga diri seseorang, akan semakin rendah pula kecenderungan narsisme orang tersebut dalam penggunaan jejaring sosial seperti Friendster contohnya.

Jurnal tersebut menyatakan bahwa kemajuan teknologi yang pesat dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, sekaligus menggiring manusia memasuki era globalisasi di penghujung abad ke-21, agaknya memiliki kontribusi yang tidak kecil dalam perubahan peradaban manusia.

Makin maraknya dunia maya yang melengkapi kebutuhan manusia dengan mengadakan program jejaring sosial. Bebrapa tahun lalu orang dapat berinteraksi dengan orang lain melalui internet dalam ruang mengobrol di server IRC maupun di ruang mengobrol berbasiskan web, misal Yahoo Messenger tanpa bisa melihat profil orang yang sedang mengobrol dengan kita.

Inilah gebrakan yang membuat situs Friendster (dapat diakses melalui www.friendster.com) cepat sekali populer sebagai perangkat lunak jaringan sosial. Friendster adalah sebuah situs jaringan yang bisa membuat orang menampilkan profil beserta fotonya dan melakukan hubungan dengan teman, temannya teman, atau temannya temannya teman. Cara Friendster melakukan interaksi yaitu dengan saling bertukar komentar yang sering disebut testimonial.

Dalam jurnal ini juga disebutkan bahwa komentar yang terlontar dari seseorang melalui testimonial, yang biasanya berisi “pesan yang tidak penting” tersebut dan akan terlihat lebih “hebat” lagi jika ada temannya yang mmberikan komentar tentang foto pribadi, wallpaper atau blog, yang boleh dikatakan “sangat narsis” melalui fitur testimonial yang seharusnya dikrim hanya ke penerima.

Kata narsisme biasanya ditujukan pada orang-orang yang memiliki kecenderungan untuk mencintai dirinya sendiri dan kemudia bermanifestasi pada tingkah lakunya, serta meminta pengaguman dan pemujaan diri dari orang lain. Hal yang paling sering dilakukan orang yang mendapatkan “label” narsisme adalah orang tersebut senang membicarakan dan memuji dirinya sendiri di hadapan orang lain. Terkadang ada pujian yang memang sesuai dengan kenyataan dan ada pula yang tidak. Seseorang yang sering memotret dirinya sendiri juga dapat diberi “label” narsisme.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian jurnal ini adalah dengan metode kuantitatif. Yaitu dengan cara mengadakan pengukuran mengenai harga diri dan kecenderungan narsisme seseorang. Pengguna Friendster yang memiliki harga diri yang rendah mempunyai kecenderungan narsisme. Pendapat tersebut didukung oleh Robins (2001) yang mengatakan bahwa individu yang memiliki kecenderungan narsisme memiliki harga diri yang rendah.

Pemujian dan pengaguman orang lain kepada diri sendiri sering dirasakan oleh semua orang semasa hidupnya. Orang akan senang dengan mendapatkan pengaguman dari orang lain dan merasa bahwa diriya berharga dan berguna bagi sekelilingnya. Namun tentu saja sangat tidak dianjurkan untuk merasa senang dan tersanjung yang berlebihan terhadap pujian dari orang lain tersebut.

Jurnal ini dilengkapi dengan hasil penelitian Campbell (2000) dan Kwan (2004), yang mengatakan bahwa kecenderungan narsisme justru digunakan sebagai alat untuk menutupi kelemahan dan kekurangannya, yakni harga diri yang rendah.

Selain itu juga dikatakan bahwa individu yang memiliki harga diri yang normal berarti individu tersebut masih memiliki kesadaran untuk menerima dirinya sebagaimana adanya dan memahami dirinya seperti apa adanya.


Contoh lain dari orang yang memiliki kecenderungan narsisme terlihat dari orang yang cenderung suka memamerkan kelebihan-kelebihannya, misalnya bisa mengatur wallpaper, video, atau MP3 yang unik dan menarik. Namun, ketika ada orang lain yang ingin meminta bantuan untuk “mempercantik” akun Friendster, pengguna Friendster dengan kecenderungan narsisme merasa enggan berbagi tips. Orang dengan kecenderungan narsisme juga dapat merasa sulit untuk memahami orang lain serta hanya mau mendengarkan hal-hal positif tentang dirinya sendiri dan cenderung menolak masukan yang disampaikan orang lain.

Orang yang memiliki kecenderungan narsisme memiliki hubungan interpersonal yang dangkal dengan teman-temannya, kurang perhatiannya dengan temannya mengindikasikan bahwa dirinya mengalami gangguan kepribadian, yakni kecenderungan narsisme.

Banyak faktor yang mempengaruhi kecenderungan narsisme pastinya, seperti perasaan kesepian, kurangnya sosialisasi dengan lingkungan sekitar, faktor keluarga yang kurang memberikan perhatian, dan masih banyak lagi.

Narsisme perlu dalam membangun kepercayaan diri untuk menjalankan kehidupan. Namun ada batas-batas tertentu yang menjelaskan bahwa manusia hidup tidaklah selalu indah. Terkadang kita harus mengiyakan hal buruk yang ada pada kita serta mengatur ulang kehidupan kita agar menjadi lebih baik dengan cara menerima masukan dari sekeliling kita.

Sumber: