Pages

karakteristik orang Bali

Bali merupakan pulau wisata yang cukup terkenal di Indonesia bahkan di dunia. Bangsa Indonesia pasti merasa bangga memiliki Bali yang memperkenalkan budaya serta keindahan Indonesia  ke manca negara. Daya tarik Bali sangat besar sehingga tidak sedikit orang yang ingin merasakan desiran ombak dan hangatnya matahari yang dipancarkan di tengah-tengah alam nan indah di Pulau Dewata tersebut. Dengan pribadi yang ramah dan pesolek kebudayaan Bali, banyak orang asing yang tertarik untuk berlibur atau bahkan menanam sumber penghidupannya di pulau dewata tersebut. Tradisi Bali sudah menyebar luas di penjuru dunia, kita sebagai warga Indonesia patut merasa malu jika tidak mengenal budaya serta adat istiadat di Bali. Banyak warga negara asing yang mengikuti atau ikut mengadakan beberapa tradisi dan adat Bali. Mereka juga ikut mempercayai keyakinan yang diajarkan di kota indah tersebut.


Tidak heran pula jika anak-anak yang tumbuh dan berkembang di Bali terlihat lebih memiliki kepercayaan diri dan bermotivasi tinggi baik dalam memperoleh penghargaan ataupun kebebasan  berekspresi. Karena dari kecil mereka dididik untuk terbiasa tampil di depan umum, dan diasuh untuk memperkenalkan kekhasan budaya mereka.

Selain terdiri dari Pulau Bali, wilayah Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau yang lebih kecil di sekitarnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Ceningan dan Pulau Serangan. Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Ibukota provinsinya ialah Denpasar yang terletak di bagian selatan pulau ini.

Penduduk Bali kira-kira sejumlah 4 juta jiwa, dengan mayoritas 92,3% menganut agama Hindu. Agama lainnya adalah Buddha, Islam, Protestan dan Katolik. Selain dari sektor pariwisata, penduduk Bali juga hidup dari pertanian dan perikanan mengingat pulau Bali merupakan pulau kecil yang dominan dikelilingi oleh air. Sebagian juga memilih menjadi seniman. Penduduk Bali juga terkenal dengan kreativitasnya yang tinggi, dan menjunjung nilai-nilai tradisional dalam masyarakat.

Bahasa Inggris adalah bahasa ketiga (setelah bahasa Indonesia dan bahasa daerah Bali serta bahasa asing utama) bagi banyak masyarakat Bali yang dipengaruhi oleh kebutuhan yang besar dari industri pariwisata. Para karyawan yang bekerja pada pusat-pusat informasi wisatawan di Bali, sering kali juga memahami beberapa bahasa asing dengan kompetensi yang cukup memadai. Dari hal ini kita bisa melihat pendidikan yang cukup terpenuhi bagi penduduk di Bali, hal ini sangat baik untuk generasi masa depan jika terus ditingkatkan sehingga dapat menguasai berbagai bahasa di dunia. Dan mempermudah mereka untuk berinterakasi secara global.

Rumah adat Bali sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali (bagian Weda yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan, layaknya Feng Shui dalam Budaya China). Menurut filosofi masyarakat Bali, kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila terwujudnya hubungan yang harmonis antara aspek pawongan, palemahan dan parahyangan. Untuk itu pembangunan sebuah rumah harus meliputi aspek-aspek tersebut atau yang biasa disebut Tri Hita Karana. Pawongan merupakan para penghuni rumah. Palemahan berarti harus ada hubungan yang baik antara penghuni rumah dan lingkungannya. Keyakinan ini tidak jauh dari aspek interaksi sosial dalam masyarakat. 

Pada umumnya bangunan atau arsitektur tradisional daerah Bali selalu dipenuhi hiasan, berupa ukiran, peralatan serta pemberian warna. Ragam hias tersebut mengandung arti tertentu sebagai ungkapan keindahan simbol-simbol dan penyampaian komunikasi. Bentuk-bentuk ragam hias dari jenis fauna juga berfungsi sebagai simbol-simbol ritual yang ditampilkan dalam patung.

Masyarakat Bali kebanyakan masih mempercayai unsure-unsur mistis yang ada pada alam. Mereka yakin bahwa manusia tidak hanya berinteraksi dengan manusia atau makhluk hidup lainnya, namun benda mati dan alam sekitar mereka ikut mempengaruhi kelancaran dan kehidupan mereka sehari-hari. Makhluk halus atau roh pun sering berinteraksi dengan mereka, katanya. Berbagai ritual dan upacara adat mereka rayakan berharap roh yang telah mendahului mereka merestui kehidupan mereka di dunia dan mereka dapat hidup dengan damai dan selamat dari bahaya. Ragam Indonesia sangat tampak di Bali, maka dari itu tiap manusia patut untuk memiliki rasa hormat dan saling menghargai terhadap perbedaan yang ada di sekeliling kita.

Dewasa ini beredar issue mengenai karakteristik masyarakat Bali yang mulai berubah. Entah karena faktor internal atau eksternal. Bali dikenal dengan kota yang masyarakatnya suka berfoya-foya ala budaya barat dan suka main curang. Seperti yang dikatakan oleh guru besar Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar Prof. Dr. I Nengah Duija menilai, orang Bali dalam beberapa tahun terakhir mengalami perubahan karakter sebagai imbas dari modernisasi maupun globalisasi.

Perkembangan dunia pariwisata di Bali yang semakin pesat, turut mempengaruhi karakter asli orang Bali. Gemerincing dolar, gaya hidup ala barat, menjadi keseharian sebagian orang berduit yang tinggal di Bali. Kaum menengah pun tidak mau ketinggalan, dengan berbagai cara mereka berusaha mengikuti arus zaman serta perubahan yang ada pada lingkungan. Entah dengan cara kredit, menggadai, dsb. Orang-orang pada berlomba-lomba agar dapat memiliki motor atau mobil baru sehingga tidak mengherankan, macetnya jalanan di Bali, sedikit tidaknya dipengaruhi oleh hal ini. Persaingan hidup manusia Bali cenderung mengarah ke hal-hal yang tidak sehat.

Maraknya kasus bunuh diri, aborsi, penyimpangan seksual kerap kali terjadi di masyarakat Bali. Pertentangan dan kekerasan antar pemuda atau antar kelompok di Bali juga semakin banyak ditemui. Menipisnya kepedulian terhadap keyakinan dan ajaran agama membuat masyarakat Bali menjadi manusia yang merasa tidak butuh untuk memelihara manner dan tradisi kesopanan di Bali. Padahal Bali terkenal dengan masyarakat yang ramah tamah dan murah senyum.

Dilihat secara psikologis, masyarakat Bali yang sudah lebih banyak mengenal modernisasi kurang memahami tradisi yang ada dalam kebudayaan Bali. Kurangnya pemahaman mengenai  adat istiadat juga bisa menjadi salah satu faktor pendorong berubahnya karakteristik masyarakat Bali. Uang dan hujan harta membuat masyarakat Bali buta akan materi. Tujuan hidup mereka sekarang hanyalah bagaimana mencari uang, bukan bagaimana melestarikan keindahan dan tradisi yang ada di tanah Bali.

Apabila keadaan ini tidak segera ditangani akan berdampak buruk dengan perkembangan moralitas dan psikologis masyarakat di Bali. Menurunnya kepedulian terhadap tradisi Bali akan membuat diri masyaratkat Bali mudah untuk menerima pengaruh modernisasi yang tidak pantas dan tidak layak diberlakukan di Negara Indonesia. Anak-anak yang mendapat pengalaman yang sama juga akan mengalami progress yang lebih cepat dibandingkan dengan anak normal. Seharusnya globalisasi dapat diterima denga berlandaskan kebudayaan dan keyakinan Negara dan Tanah Air kita sendiri sehingga kita tidak kehilangan identitas bangsa dan tetap menjaga karakteristik orang Bali.


http://erabaru.net/nasional/49-bali/4513-orang-bali-mengalamai-perubahan-karakter
http://dwijasuastana.blogspot.com/2008/02/manusia-bali-antara-harta-karakter-asli.html

4 komentar:

Unknown mengatakan...

love your post , visit my blog

Unknown mengatakan...

passs

Unknown mengatakan...

sebagai pribumi asli yang hidup di daerah perantauan, sudah mulai terasa pergeseran nilai-nilai dan tata budaya yang luhur sebagai ciri khas masyarakat bali, sehinga perlunya melakukan tindakan regenerasi untuk melestariakan budaya luhur tersebut mulai dari lingkungan keluarga dan pendidikan formal dan diharapkan nantinya generasi baru ini dapat memuluhkan kondisi nilai-nilai luhur tersebut

Mister Erdi mengatakan...

I agree with your article. Memang fakta saya sudah merasakannya.

Posting Komentar